SALAH satu sales
dan broker pialang di PT Bahana Securities Erick Jazier Adriansyah (38)
ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka penyebar berita bohong. Ia menyebut
lima bank di Indonesia mengalami masalah likuiditas dan kegagalan dalam
menyelesaikan transaksi antar bank. Informasi itu ia sebar lewat email atau
surat elektronik. Hasilnya, Jumat (14/11) dunia perbankan heboh. Kabar lonceng
kematian sejumlah perbankan di Indonesia segera berkembang cepat sampai ke luar
negeri. Pelaku perbankan dan pemerintah dibuatnya panik. Semua takut, kabar itu
akan memperparah kondisi perekonomian Indonesia. Takut akan terjadi penarikan
uang besar-besaran dan pemilik modal memindahkan dananya ke luar negeri.
Polisi segera menyusuri dari mana
informasi yang menyesatkan dan mencemaskan semua pelaku ekonomi tersebut. Di
tengah-tengah kecemasan, BI segera mengeluarkan pernyataan bantahan terhadap
isu itu. Tapi tanpa adanya bukti tersangka penyebar berita bohong tersebut
tertangkap, publik akan meragukan bantahan BI. Untung, hanya dalam 1X24 jam,
pelakunya sudah tertangkap. Erick, seorang broker pialang yang menyebarkannya.
Apa motif seorang broker
menyebarkan isu yang sampai mengancam perekonomian bangsa ini? Apakah ia kerja
sendiri atau ada pihak lain di belakangnya? Polisi belum dapat memastikan.
Namun dari hasil penyidikan sementara, Ercik melakukan itu hanya untuk memberi
informasi kepada kliennya, sehingga kliennya berhati-hati agar tidak mengalami
kerugian besar.
Menurut Kanit V IT dan Cyber Crime
Direktorat II Ekonomi Khusus (Eksus) Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Kombes
Petrus Reinhard Golose, tindakan Erick sebatas itu sebenarnya sebagai hal yang
wajar mengingat ia seorang broker. Tapi yang jadi masalah, berita itu salah dan
dipersepsikan lain. Berita itu kemudian juga berkembang luas. Ini akan
mengoyahkan bisnis perbangkan. Padahal bank- bank itu sehat," katanya,
Minggu (16/11).
Lima bank yang diisukan oleh Erick
mengalami kesulitan likuiditas itu adalah Bank Panin, Bank Bukopin, Bank Artha
Graha, Bank CIC, dan Bank Victoria. Sejauh ini Erick mengaku tidak ada orang
lain yang terlibat. Tindakan itu atas inisiatif sendiri, setelah ia menerima
informasi dari broker lain yang belum ia cek kebenarannya.
Tanpa check and re check, Erick
langsung menyampaikan informasi itu kepada orang lain melalui surat elektronik.
"Itu pengakuannya. Tapi kami akan terus mencaritersangka lainnya dan
kemungkinan adanya pihak-pihak yang berdiri di belakang Erick untuk menyebar
kepanikan pelaku ekonomi," kata Petrus Golose.
Rabaan Petrus Golose tentang
kemungkinan adanya pihak tertentu di belakang Erick cukup beralasan. Di bursa
saham, seringkali broker atau pihak-pihak tertentu yang ingin meraup keuntungan
besar, memainkan kepanikan semacam ini. Tujuannya, agar harga saham jatuh dan
mereka bisa membeli dengan harga murah.
Tapi apapun motivasinya, Erick
bakal mendekam di penjara dengan pelanggaran pasal 27 ayat (3) dan pasal 28
ayat (1) Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang informasi transaksi dan
elektronik (IT). Ia terancam hukuman enam tahun penjara. Sejak Sabtu (15/11)
dia sudah menghuni tahanan Bareskrim Mabes Polri. Dan yang pasti, ia tidak
bakal bisa menikmati apa-apa dari kepanikan dunia perbankan Indonesia kemarin. (Sumber : KOMPAS)